
HABEMUS PAPAM : KARDINAL ROBERT FRANCIS PREVOST TERPILIH MENJADI PAUS KE 267
Robert Francis Prevost lahir pada 14 September 1955 di Chicago, Illinois, Amerika Serikat. Ia bergabung dengan Ordo Santo Agustinus (OSA) dan ditahbiskan sebagai imam pada 19 Juni 1982.
Prevost menguasai bahasa Inggris, Spanyol, Italia, Perancis, dan Portugis, serta mampu membaca teks dalam bahasa Latin dan Jerman.
Kepiawaiannya dalam berbahasa juga didapat dari latar belakang keluarganya. Ayahnya, Louis Marius Prevost, merupakan veteran Angkatan Laut AS pada Perang Dunia II dan bekerja sebagai administrator sekolah dengan latar belakang keturunan Perancis dan Italia. Ibunya, Mildred Martínez, seorang pustakawan dan berasal dari keturunan Spanyol.
Prevost dibesarkan di lingkungan Katolik yang taat di South Holland, pinggiran selatan Chicago, Amerika serikat.
Keluarganya aktif dalam kehidupan paroki St Mary of the Assumption dan mereka dikenal sebagai musisi, pelayan altar, lektor, dan sukarelawan yang berdedikasi.
Ibunya dikenal sebagai aktivis Gereja yang setia, menghadiri misa harian dan terlibat dalam berbagai kegiatan gereja, termasuk membersihkan altar dan mengorganisasi penggalangan dana.
Dalam keluarga, Robert memiliki dua saudara laki-laki, yakni Louis Martín dan John Joseph. Kehadiran para imam yang sering berkunjung ke rumah mereka, ditambah dengan contoh teladan ayahnya sebagai katekis (pengajar agama), memberikan pengaruh besar pada keputusan Prevost untuk mengejar panggilan imamat.
Sejak kecil, ia aktif sebagai pelayan altar dan bersekolah di seminari kecil yang dikelola oleh Ordo Santo Agustinus.
Sejak awal, karya pelayanannya banyak dilakukan di Amerika Latin, khususnya Peru. Pelayanan misionernya dimulai pada tahun 1985 di Keuskupan Chulucanas, Piura, Peru.
Setahun kemudian, ia kembali berkarya di kota Trujillo, Peru, tempat ia mengabdi selama satu dekade. Pengalaman ini membentuk pendekatannya yang kontekstual terhadap pastoral umat di wilayah miskin dan pinggiran.
Kiprahnya di ordo religius dimulai dengan pemilihan sebagai Prior Provinsial OSA (Pimpinan Ordo Santo Agustinus) untuk Provinsi Mother of Good Counsel di Chicago pada 1999.
Ia kemudian terpilih dua kali berturut-turut sebagai Prior Jenderal (Pemimpin Utama) Ordo Agustinus sedunia, dari 2001 hingga 2013. Jabatan ini menjadikannya pemimpin internasional yang dihormati dalam kalangan tarekat religius.
Dengan pengumuman ”Habemus Papam” oleh Kardinal Protodiakon Dominique Mamberti, dunia menyambut Robert Francis Prevost sebagai Paus Leo XIV, pemimpin ke-267 Gereja Katolik sekaligus Paus pertama asal Amerika Serikat.
Latar belakang keluarga yang multikultural dan lingkungan religius yang kuat membentuk pandangan dan komitmen spiritual Prevost.
Pengalaman masa kecilnya yang kaya akan nilai-nilai pelayanan dan devosi menjadi fondasi bagi perjalanan imamatnya yang kemudian membawanya ke berbagai peran penting dalam Gereja Katolik, termasuk misi di Peru dan kepemimpinan di Vatikan.
Paus Fransiskus kemudian mengangkatnya sebagai Administrator Apostolik Keuskupan Chiclayo, Peru, pada 2014. Di tahun yang sama, Prevost ditahbiskan menjadi uskup dengan gelar tituler Sufar, yakni gelar kehormatan yang tidak aktif atau sudah tidak berfungsi sebagai keuskupan atas wilayah geografis tertentu.
Setahun kemudian, ia resmi menjabat sebagai Uskup Chiclayo. Selama menjadi uskup, ia aktif memperkuat struktur pastoral di Peru. Ia juga terpilih sebagai Wakil Presiden Kedua Konferensi Waligereja Peru pada 2018. Tahun-tahun berikutnya, keterlibatannya dalam kuria Roma makin mendalam.
Pada 2019, ia diangkat menjadi anggota Kongregasi untuk Klerus. Setahun kemudian, ia juga menjadi anggota Kongregasi untuk Para Uskup. Pada 2020, ia dipercaya menjadi Administrator Apostolik Keuskupan Callao, memperluas tanggung jawabnya di tingkat nasional.
Kepercayaan Paus Fransiskus terhadap Prevost semakin besar. Pada 30 Januari 2023 ia diangkat sebagai Prefek Dikasteri untuk Para Uskup, salah satu posisi paling strategis dalam kuria Roma. Prevost juga ditugaskan sebagai Presiden Komisi Kepausan untuk Amerika Latin.
Penunjukan ini menempatkannya dalam jalur langsung menuju kepemimpinan tertinggi Gereja Katolik. Peran pentingnya dalam memilih para uskup di seluruh dunia memberi dia pengaruh besar dalam pembaruan Gereja global. Dalam posisi itu, Prevost menunjukkan kapasitas administratif dan teologis yang kuat.
Dalam Sinode Para Uskup 2023 dan 2024, Prevost turut berperan penting di dalamnya. Ia meneguhkan peran dalam menyumbangkan refleksi global Gereja tentang gaya hidup dan perutusan (sinodalitas) dan masa depan Gereja.
Sejak kedatangannya di Roma, Prevost tidak mencari sorotan publik, meskipun ia dikenal dengan baik di kalangan tokoh penting Gereja.
Ia memainkan peran sentral dalam salah satu reformasi paling berani yang dilakukan oleh Paus Fransiskus, yaitu ketika menyertakan tiga perempuan ke dalam blok pemungutan suara yang menentukan usulan nominasi uskup untuk diajukan kepada Paus.
Pada awal 2025, Paus Fransiskus kembali menunjukkan kepercayaannya dengan mengangkat Prevost menjadi salah satu kardinal paling senior. Bisa jadi, ini sinyal kuat bahwa dirinyalah kandidat yang dipertimbangkan serius oleh Paus Fransiskus dalam konklaf.
Robert Francis Prevost memilih nama Leo XIV untuk mengingatkan umat Katolik pada sosok Paus Leo XIII, tokoh penting dalam doktrin sosial Gereja. Pilihan nama ini dinilai sebagai sinyal komitmennya terhadap keadilan sosial dan perlindungan kaum miskin.
Dengan moto episkolpalnya : In illo uno unum, yang artinya, ”Dalam Dia yang satu, kita satu”, Paus Leo XIV menandaskan visi persatuan dalam keberagaman.
Prevost menguasai bahasa Inggris, Spanyol, Italia, Perancis, dan Portugis, serta mampu membaca teks dalam bahasa Latin dan Jerman.
Kepiawaiannya dalam berbahasa juga didapat dari latar belakang keluarganya. Ayahnya, Louis Marius Prevost, merupakan veteran Angkatan Laut AS pada Perang Dunia II dan bekerja sebagai administrator sekolah dengan latar belakang keturunan Perancis dan Italia. Ibunya, Mildred Martínez, seorang pustakawan dan berasal dari keturunan Spanyol.
Prevost dibesarkan di lingkungan Katolik yang taat di South Holland, pinggiran selatan Chicago, Amerika serikat.
Keluarganya aktif dalam kehidupan paroki St Mary of the Assumption dan mereka dikenal sebagai musisi, pelayan altar, lektor, dan sukarelawan yang berdedikasi.
Ibunya dikenal sebagai aktivis Gereja yang setia, menghadiri misa harian dan terlibat dalam berbagai kegiatan gereja, termasuk membersihkan altar dan mengorganisasi penggalangan dana.
Dalam keluarga, Robert memiliki dua saudara laki-laki, yakni Louis Martín dan John Joseph. Kehadiran para imam yang sering berkunjung ke rumah mereka, ditambah dengan contoh teladan ayahnya sebagai katekis (pengajar agama), memberikan pengaruh besar pada keputusan Prevost untuk mengejar panggilan imamat.
Sejak kecil, ia aktif sebagai pelayan altar dan bersekolah di seminari kecil yang dikelola oleh Ordo Santo Agustinus.
Sejak awal, karya pelayanannya banyak dilakukan di Amerika Latin, khususnya Peru. Pelayanan misionernya dimulai pada tahun 1985 di Keuskupan Chulucanas, Piura, Peru.
Setahun kemudian, ia kembali berkarya di kota Trujillo, Peru, tempat ia mengabdi selama satu dekade. Pengalaman ini membentuk pendekatannya yang kontekstual terhadap pastoral umat di wilayah miskin dan pinggiran.
Kiprahnya di ordo religius dimulai dengan pemilihan sebagai Prior Provinsial OSA (Pimpinan Ordo Santo Agustinus) untuk Provinsi Mother of Good Counsel di Chicago pada 1999.
Ia kemudian terpilih dua kali berturut-turut sebagai Prior Jenderal (Pemimpin Utama) Ordo Agustinus sedunia, dari 2001 hingga 2013. Jabatan ini menjadikannya pemimpin internasional yang dihormati dalam kalangan tarekat religius.
Dengan pengumuman ”Habemus Papam” oleh Kardinal Protodiakon Dominique Mamberti, dunia menyambut Robert Francis Prevost sebagai Paus Leo XIV, pemimpin ke-267 Gereja Katolik sekaligus Paus pertama asal Amerika Serikat.
Latar belakang keluarga yang multikultural dan lingkungan religius yang kuat membentuk pandangan dan komitmen spiritual Prevost.
Pengalaman masa kecilnya yang kaya akan nilai-nilai pelayanan dan devosi menjadi fondasi bagi perjalanan imamatnya yang kemudian membawanya ke berbagai peran penting dalam Gereja Katolik, termasuk misi di Peru dan kepemimpinan di Vatikan.
Paus Fransiskus kemudian mengangkatnya sebagai Administrator Apostolik Keuskupan Chiclayo, Peru, pada 2014. Di tahun yang sama, Prevost ditahbiskan menjadi uskup dengan gelar tituler Sufar, yakni gelar kehormatan yang tidak aktif atau sudah tidak berfungsi sebagai keuskupan atas wilayah geografis tertentu.
Setahun kemudian, ia resmi menjabat sebagai Uskup Chiclayo. Selama menjadi uskup, ia aktif memperkuat struktur pastoral di Peru. Ia juga terpilih sebagai Wakil Presiden Kedua Konferensi Waligereja Peru pada 2018. Tahun-tahun berikutnya, keterlibatannya dalam kuria Roma makin mendalam.
Pada 2019, ia diangkat menjadi anggota Kongregasi untuk Klerus. Setahun kemudian, ia juga menjadi anggota Kongregasi untuk Para Uskup. Pada 2020, ia dipercaya menjadi Administrator Apostolik Keuskupan Callao, memperluas tanggung jawabnya di tingkat nasional.
Kepercayaan Paus Fransiskus terhadap Prevost semakin besar. Pada 30 Januari 2023 ia diangkat sebagai Prefek Dikasteri untuk Para Uskup, salah satu posisi paling strategis dalam kuria Roma. Prevost juga ditugaskan sebagai Presiden Komisi Kepausan untuk Amerika Latin.
Penunjukan ini menempatkannya dalam jalur langsung menuju kepemimpinan tertinggi Gereja Katolik. Peran pentingnya dalam memilih para uskup di seluruh dunia memberi dia pengaruh besar dalam pembaruan Gereja global. Dalam posisi itu, Prevost menunjukkan kapasitas administratif dan teologis yang kuat.
Dalam Sinode Para Uskup 2023 dan 2024, Prevost turut berperan penting di dalamnya. Ia meneguhkan peran dalam menyumbangkan refleksi global Gereja tentang gaya hidup dan perutusan (sinodalitas) dan masa depan Gereja.
Sejak kedatangannya di Roma, Prevost tidak mencari sorotan publik, meskipun ia dikenal dengan baik di kalangan tokoh penting Gereja.
Ia memainkan peran sentral dalam salah satu reformasi paling berani yang dilakukan oleh Paus Fransiskus, yaitu ketika menyertakan tiga perempuan ke dalam blok pemungutan suara yang menentukan usulan nominasi uskup untuk diajukan kepada Paus.
Pada awal 2025, Paus Fransiskus kembali menunjukkan kepercayaannya dengan mengangkat Prevost menjadi salah satu kardinal paling senior. Bisa jadi, ini sinyal kuat bahwa dirinyalah kandidat yang dipertimbangkan serius oleh Paus Fransiskus dalam konklaf.
Robert Francis Prevost memilih nama Leo XIV untuk mengingatkan umat Katolik pada sosok Paus Leo XIII, tokoh penting dalam doktrin sosial Gereja. Pilihan nama ini dinilai sebagai sinyal komitmennya terhadap keadilan sosial dan perlindungan kaum miskin.
Dengan moto episkolpalnya : In illo uno unum, yang artinya, ”Dalam Dia yang satu, kita satu”, Paus Leo XIV menandaskan visi persatuan dalam keberagaman.